Kamis, 13 November 2014

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Sebagai Pemersatu Bangsa





NASIONALISME...?

Semangat nasionalisme ini untuk pertama kalinya diperkenalkan dan digunakan sebagai ideologi/paham oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Partai ini didirikan pada 4 Juli 1927 dengan nama Perserikatan Nasional Indonesia dengan ketuanya pada saat itu adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr Sunaryo. Cita-citanya adalah untuk mencapai Indonesia merdeka dan berdaulat, serta mengusir penjajahan pemerintahan Belanda di Indonesia (Wikipedia, 2014).
Rasa nasionalisme di Indonesia sendiri diawali dengan pembentukan identitas nasional yaitu dengan adanya penggunaan istilah “Indonesia” sebagai nama negara. Kata “Indonesia” mampu mempersatukan bangsa dalam melakukan perjuangan dan pergerakan melawan penjajahan, sehingga segala bentuk perjuangan dilakukan demi kepentingan Indonesia bukan atas nama daerah lagi. Istilah Indonesia semakin populer sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sumpah pemuda dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia. Adapun isi dari Sumpah Pemuda itu adalah sebagai berikut :
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. (Wikipedia, 2014).

Nasionalisme di Indonesia kemudian mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat ketika secara resmi Budi Utomo (Perpanjangan tangan Belanda) diakui oleh Pemerintah Belanda pada 20 Mei 1908. Sejak Budi Utomo berdiri organisasi-organisasi yang mengusahakan perbaikan kondisi rakyat Indonesia mulai bermunculan. Secara singkat perkembangan nasionalisme Indonesia menjadi lebih ramai sejak berdiri Budi Utomo hingga Proklamasi Kemerdekaan (Wikipedia, 2014). 


A.      Terbentuknya Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Chōsakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang pada tanggal 29 April 1945. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka (Wikipedia, 2014).
Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan. Sidang pertama terjadi pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945. Tujuannya adalah membahas bentuk negara Indonesia, filsafat Negara Indonesia Merdeka serta merumuskan dasar Negara Indonesia. Hasil rapat yang pertama ini adalah disepakatinya berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan perumusan Pancasila yang berisikan sebagai berikut :
1.        Ketuhanan Yang Maha Esa;
2.        Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.        Persatuan Indonesia;
4.        Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
5.        Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Wikipedia, 2014)
Adapun hasil sidang kedua yang dilakukan oleh BPUPKI sebelum diganti oleh PPKI adalah Piagam Jakarta atau Jakarta Charter yang berisikan sebagai berikut :
1.        Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.        Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.        Persatuan Indonesia;
4.        Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
5.        Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Wikipedia, 2014).

B.       Terbentuknya Partai Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

Jatuhnya bom atom Amerika Serikat di kota Hiroshima, Jepang pada tanggal 6 Agustus 1945 menurunkan semangat tentara Jepang. Pada tanggal 7 Agustus 1945 Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPK/Dokuritsu Junbi Chōsakai) kemudian berubah nama (dibubarkan dan diganti) menjadi Panitai Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI/Dokuritsu Junbi Inkai) yang diketuai oleh Soekarno. Kemudian, bom atom yang kedua dijatuhkan Amerika Serikat dikota Nagasaki, Jepang pada tanggal 9 Agustus 1945 semakin membuat Jepang tidak berdaya dan akhirnya menyerah kepada Amerika dan sekutunya (Sanusi, 2014).
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Tanggal 12 Agustus 1945, Marsekal Terauchi mengatakan akan “memberikan” kemerdekaan kepada Indonesia secepatnya, akan tetapi Jepang menginginkan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 24 Agustus 1945 (wikipedia, 2014).
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir yang telah mendengar berita menyerahnya Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 10 Agustus 1945, mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Beliau menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai sebuah tipu muslihat Jepang demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak PPKI. Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010).

C.      Peristiwa Rengasdengklok

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Hal tersebut telah didengar oleh Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul  radio BBC. Golongan muda kemudian mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta kemudian mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong (wikipedia, 2014).
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Maeda belum menerima konfirmasi dan masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tersebut kemudian tidak jadi dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul (wikipedia, 2014).
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya (wikipedia, 2014).
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo dan Sudiro (Mbah) ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Laksamana Muda Maeda kemudian menawarkan untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaannya (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010).

D.      Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana  Muda Maeda

Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan Maeda mengetahui bahwa ia tidak punya wewenang memutuskan (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010).
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik serta Myoshi, orang kepercayaan Nishimura (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010). Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler (wikipedia, 2014).

E.       Pembacaan Naskah Proklamasi

Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu kemudian diketik oleh Sayuti Melik. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1) pada tanggal 17 Agustus 1945 (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010).
Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor (wikipedia, 2014).
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih, yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya (wikipedia, 2014).
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 1945. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional (wikipedia, 2014).

F.       Penyebaran Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara (wikipedia, 2014).
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan (wikipedia, 2014).
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan Respect Our Constitution, August 17!!! (Hormatilah Konstitusi Kami, 17 Agustus!!!). Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI (wikipedia, 2014).




DAFTAR PUSTAKA

 


Sanusi, M. (2014). Kenangan Inspiratif Orde Lama & Orde Baru. Jogjakarta: Saufa.



Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. (2010). Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka.



Wikipedia. (2014, Juli 15). Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Diambil kembali dari id.wikipedia.org: http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelidik_Usaha_Persiapan_Kemerdekaan_Indonesia



Wikipedia. (2014, Oktober 12). Nasionalisme Indonesia. Diambil kembali dari id.wikipedia.org: http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme_Indonesia



wikipedia. (2014, Juli 15). Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Diambil kembali dari id.wikipedia.org: http://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia#Latar_belakang



Wikipedia. (2014, Oktober 19). Sumpah Pemuda. Diambil kembali dari id.wikipedia.org: http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda













Rabu, 12 November 2014

SITUS-SITUS BERSEJARAH YANG TERLUPAKAN DI KOTA KARAWANG


Karawang merupakan nama sebuah kabupaten di daerah Jawa Barat, dimana kabupaten ini memiliki luas wilayah sebesar 1.737,53 Kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 2.125.234 jiwa. Kabupaten Karawang sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor, di sebelah utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Subang,di sebelah tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, serta di sebelah selatannya berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Sejak jaman dahulu, bahkan sebelum masa pra-aksara Kabupaten Karawang ini menjadi saksi dan bagian dari sejarah perkembangan bangsa Indonesia dari masa ke masa hingga kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Banyak bangunan-bangunan cagar budaya di daerah Kabupaten Karawang yang telah menjadi saksi bisu dari tonggak perjuangan bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaannya dan bahkan jauh sebelum itu, namun sanyangnya hingga saat ini situs–situs bersejarah tersebut kondisinya memprihatinkan dan kurang terawat.
Pada zaman sekarang Kabupaten Karawang cenderung lebih dikenal dengan sebutan Kota Industri dibandingkan sebagi kota padi dimana yang pada zaman dahulunya Karawang merupakan lumbung padi terbersar di daerah Jawa Barat, sekarang banyak perusahaan dan pabrik–pabrik yang di bangun di sekitar daerah Karawang, dengan daerah sentral KIIC (Karawang Internasional Industry City) yang berada di sebelah timur Kabupaten Kawarang, dimana sebagian besar pendapatan Kabupaten Karawang berasal dari sektor tersebut sehingga pihak pemerintahan Kabupaten Karawang lebih berpihak dan berpusat pada sektor industri dibandingkan dengan sektor pariwisata ataupun pelestarian situs-situs bersejarah. Banyak dari situs-situs bersejarah tersebut yang kondisinya memprihatinkan karena kurangnya perhatian pemerintah dan kesadaran masyarakat untuk tetap menjaga keberadaan situs-situs yang ada, seperti situs Tugu Kebulatan Tekad di daerah Rengasdengklok yang hanya berada di wilayah lapangan terbuka tanpa adanya pagar-pagar pembatas untuk melindungi sehingga para remaja yang tidak mengerti arti pentingnya mengapa tugu itu dibangun dapat mencoret-coret tugu tersebut sesuka hati mereka dengan berbagai tulisanyang tidak seharusnya ditulis atau dapat dikatakan tulisan yang tidak baik. Selain itu, banyak situs-situs bersejarah di Kabupaten Karawang cenderung berada didaerah pelosok desa sehingga akses jalan menuju kesana sulit, bukan hanya sekedar jalan tersebut berlubang atau tidak rata namun ada pula jalan yang hanya muat untuk satu kendaraan beroda empat seperti ke daerah situs Batujaya (Candi Jiwa dan Candi Blandongan).
Sebagai sebuah bangsa yang kaya akan peninggalan sejarah dan budaya seharusnya dapat lebih menghargai akan pentingnya situs-situs bersejarah yang ada, karena dari situs-situs bersejarah itulah kita dapat mengetahui sejarah perjuangan dan perkembangan bangsa kita dari sejak jaman dahulu hingga sekarang, dan situs-situs bersejarah  juga berguna sebagai cerminan identitas suatu daerah, sehingga jika kita tidak dapat merawatnya maka hilanglah identitas kita sebagai sebuah bangsa yang mendiami daerah tersebut. Dalam makalah ini saya berfikir bahwa pemerintah  daerah Kabupaten Karawang seharusnya lebih memperhatikan kondisi serta sarana dan fasilitas dari situs-situs bersejarah yang ada, karena dalam kebanyakan kasus, situs-situs bersejarah tersebut lebih banyak diawasi dan dirawat oleh masyarakat setempat yang notabennya hanya memiliki pengetahuan standar tentang sejarah suatu situs bukan pihak pariwisata atau pihak-pihak kesejarahan yang lebih mengerti sejarah situs-situs itu ada dan di bangun. Selain itu pihak pemerintakan Kabuaten Karawang bersama warga sekitar seharusnya dapat berkerja sama dalam proses pelestarian situs-situs bersejarah yang ada, seperti misalnya mengadakan penyuluhan bertapa pentingnya situs tersebut untuk dijaga dari aspek sejarah situs tersebut dibangun. Lalu dapat juga melalui proses perbaikan jalan menuju ke tempat situs-situs bersejarah tersebut.
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sesuai dengan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, adalah sebagai berikut : (1) sejarah terbentuknya Kabupaten Karawang, (2) situs-situs bersejarah yang ada di Kabupaten Karawang, (3) apa saja upaya pemerintah setempat untuk melestarikan situs-situs bersejarah tersebut, (4) bagaimana kepedulian masyarakat akan situs-situs bersejarah di Kabupaten Karawang pada saat ini .
Adapun tujuan yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan adalah sebagai berikut : (1) mendeskripsikan sejarah terbentuknya Kabupaten Karawang, (2) mendeskripsikan situs-situs bersejarah yang ada di Kabupaten Karawang, (3) agar memperoleh gambaran upaya pemerintah setempat untuk melestarikan situs-situs bersejarah tersebut, (4) gambaran kepedulian masyarakat akan situs-situs bersejarah di Kabupaten Karawang pada saat ini. 


Sejarah Karawang 

Karawang dalam Bahasa Sunda mempunyai arti "penuh dengan lubang” hal itu dikarenakan pada zaman dahulu daerah Karawang memiliki tanah berawa yang menyakibatkan banyak lubang-lubang air di daerah tersebut. Menurut Cornelis de Houtman, orang Belanda yang pertama kali menginjakkan kakinya di pulau Jawa, pada tahun 1596 menuliskan adanya suatu tempat yang bernama Karawang sebagai berikut: “Di tengah jalan antara Pamanukan dan Jayakarta, pada sebuah tanjung terletak Karawang(Wikipedia, 2010). 
Wilayah Karawang ini sudah sejak lama dihuni manusia, dimana dapat kita lihat di daerah ini terdapat  peninggalan Situs Batujaya dan Situs Cibuaya yang menunjukkan pemukiman modern awal yang bahkan mendahului masa Kerajaan Tarumanagara. Pada awalnya daerah Karawang ini adalah daerah kekuasaan Kerajaan Sunda, namun setelah Kerajaan Sunda runtuh maka daerah Karawang ini dibagi menjadi dua. Menurut Carita Sajarah Banten, Sunan Gunung Jati membagi Karawang menjadi sebelah timur masuk wilayah Cirebon dan sebelah barat menjadi wilayah Kesultanan Banten (Wikipedia, 2010).
Masyarakat wilayah Karawang pada zaman dahulu awalnya memeluk agama Budha dilihat dari peninggalan candi yang ada di Situs Batujaya dan Situs Cibuaya, sedangkan agama Islam mulai dipeluk masyarakat setempat pada masa Kerajaan Sunda, setelah Syekh Hasanudin bin Yusuf Idofi, atau yang lebih dikenal dengan sebutan "Syekh Quro", menyebarkan agama di daerah Karawang. Karawang mulai mendirikan pusat pemerintahannya tersendiri saat diduduki oleh Kesultanan Mataram, di bawah pimpinan Wiraperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi III dari Sumedang Larang tahun 1632. Semenjak masa ini, sistem pertanian melalui pengairan irigasi mulai dikembangkan di Karawang dan perlahan-lahan daerah ini menjadi daerah pusat penghasil beras utama di Pulau Jawa hingga akhir abad ke-20. Selanjutnya, Karawang menjadi kabupaten dengan bupati pertama Raden Adipati Singaperbangsa bergelar Kertabumi IV yang dilantik 14 September 1633. Tanggal ini dinobatkan menjadi hari jadi Kabupaten Karawang.
Selain dikenal dengan sebutan Lumbung Padi Karawang juga sering disebut sebagai Kota Pangkal Perjuangan dimana Kecamatan Rengasdengklok adalah daerah pertama dari Republik Indonesia yang gagah berani mengibarkan bendera Merah Putih sebelum Proklamasi kemerdekaan Indonesia di gaungkan. Daerah Rengasdengklok juga dijadikan tempat disembunyikannya Soekarno dan Hatta oleh para pemuda Indonesia untuk secepatnya merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1945. 


Situs-situs Bersejarah di Kota Karawang


1.    Candi Jiwa dan Candi Blandongan di Situs Batujaya


Pada tahun 1984 Situs Batujaya ini pertama kali diteliti oleh tim arkeologi dari Universitas Indonesia berdasarkan adanya laporan dari masyarakat sekitar tentang penemuan benda-benda peninggalan purbakala disekitar gundukan-gundungan tanah yang berda ditengah-tengah sawah milik penduduk. Kemudian, penelitian yang sebenarnya baru dilakukan pada tahun 1992 hingga tahun 2006, dan berhasil menemukan 31 tapak situs sisa-sisa bangunan (Takaria, 2007).
Sampai pada tahun 2000 dari hasil penelitian yang dilakukan baru ada 11 buah candi yang berhasil diteliti oleh para arkeolog, meskipun masih memiliki banyak fakta yang belum terungkap seperti kronologi, sifat keagamaan, bentuk dan pola percandian, menurut dugaan candi-candi tersebut merupakan bangunan candi tertua didaerah Jawa, yang diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Tarumanegara pada Abad ke 15 Masehi. Berdasarkan pada hasil penemuan candi-candi tersebut, yang menarik disini adalah setiap bangunan candi yang ada di Situs Batujaya semuanya menghadap ke arah yang sama, yaitu 50 derajat dari arah utara (Takaria, 2007). 


2.    Situs Cibuaya

Dari seluruh bangunan candi yang ditemukan di Situs Cibuaya yang paling menarik adalah bangunan candi di Lemah Duhur Lanang. Bangunan yang dibuat dari bata ini berdenah hampir bujursangkar dengan ukuran 9 × 9,6 meter dan tinggi dua meter, menghadap ke arah barat laut dengan tangga berukuran lebar 2,2 meter. Bagian fondasinya dibuat dari pecahan bata yang bercampur dengan kerikil dan batu kali. Bagian puncak runtuhan bangunan Lemah Duhur Lanang terdapat sebuah lingga yang masih berdiri in-situ, lingga ini berukuran tinggi 111 cm dan bergaris tengah 40 cm. Bentuk lingganya sendiri bukan merupakan bentuk lingga yang sempurna (lingga semu) karena tidak memiliki bagian yang berdenah segi delapan (wisnubhaga). Bagian yang ada hanya yang berdenah persegi ("brahmabhaga") dan bundar ("rudrabhaga"). Dengan ditemukannya lingga dalam konteksnya dengan bangunan suci dan arca Wisnu yang ditemukan di dekatnya, dapat disimpulkan bahwa bangunan Lemah Duhur Lanang adalah bangunan suci untuk pemeluk agama Hindu (Karim, 2010).


3.    Masjid Agung Karawang dan Makam Syekh Quro

Syekh Hasanudin atau lebih dikenal dengan sebutan Syekh Quro merupakan penyebaran agama Islam ke Nusantara dan berlabuh pertama kali di pelabuhan Cirebon dibawah pengawasan Ki Gedeng Tapa. Namun usahanya untuk terus melakukan dakwah di cegah oleh kepemimpinan Raja Padjajaran  yang kala itu di pimpin oleh Prabu Angga Larang, dan untuk menghindari pertumpahan darah,  Syekh Quro memutuskan untuk meninggalkan pulau Jawa dengan bertolak ke Malaka. Oleh Ki Gedeng Tapa, Syekh Quro dititipkan putrinya yang baru berusia 12 tahun untuk menimba Ilmu Agama Islam, putri Ki Gedeng Tapa ini bernama Nyi Subang Larang. Setelah ia berhasil mengislamkan daerah Malaka, Syekh Quro bersama muridnya, Nyi Subang Larang memutuskan kembali ke daerah Jawa melalui ujung Karawang, menyusuri Sungai Citarum dan menambatkan perahunya di Pelabuhan Karawang yaitu Bunut Kertayasa (Saat ini dikenal sebagai Kampung Bunut). Syekh Quro kemudian meminta izin kepada penguasa setempat untuk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal sekaligus tempat pendidikan (mengaji), tempat tersebut dikemudian hari dikenal sebagai Pesantren Quro (Saat Ini dikenal sebagai kawasan Masjid Agung Karawang) pada tahun 1418 Masehi. Dalam semaraknya penyebaran Agama Islam oleh Wali Songo, maka masjid yang dibangun oleh Syeh Quro, kemudian disempurnakan oleh para Ulama dan Umat Islam yang modelnya berbentuk "joglo" beratap 2 limasan, hampir menyerupai Masjid Agung Demak dan Cirebon (Sejarah Masjid Agung Karawang, 2004). 


4.    Bendungan Parisdo atau Bendungan Walahar

Bendungan Parisdo atau Walahar terletak di Desa Walahar Kec. Ciampel, dengan tujuan menopang deras air sungai Citarum untuk mencegah banjir di wilayah Utara Kabupaten Karawang dan mengairi persawahan Wilayah Karawang dan Wilayah Subang. Bendungan ini mulai difungsikan digunakan sejak tanggal 30 November 1925. Bendungan ini mulai dibangun pada masa penjajahan Portugis yang kemudian dilanjutkan pada masa penjajahan Belanda. 


5.    Monumen Rawa Gede

Monumen ini didirikan pada tahun 1996 untuk mengenang Pembantaian Masal yg menewaskan + 431 orang warga sipil pada tahun 1947 oleh Belanda . Monumen Rawagede terletak di Desa Balongsari, Kec. Rawamerta, Kab. Karawang, Jawa Barat. Sebelum Persetujuan Renville ditandatangani, tentara Belanda dari Divisi 1 yang juga dikenal sebagai Divisi 7 Desember, terus memburu laskar-laskar Indonesia dan unit pasukan TNI yang masih mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Dalam operasinya di daerah Karawang,  pada tanggal 9 Desember 1947 tentara Belanda dipimpin seorang Mayor mencari Kapten Lukas Kustario, komandan kompi Siliwangi kemudian menjadi Komandan Batalyon Tajimalela/Brigade II Divisi Siliwangi yang berkali-kali berhasil menyerang patroli dan pos-pos militer Belanda mengepung desa Rawagede dan menggeledah setiap rumah. Mereka kemudian memaksa seluruh penduduk keluar rumah masing-masing dan mengumpulkan di tempat yang lapang. Penduduk laki-laki diperintahkan untuk berdiri berjejer, kemudian mereka ditanya tentang keberadaan para pejuang Republik. Perwira Tentara Belanda kemudian memerintahkan untuk menembak mati semua penduduk laki-laki, termasuk para remaja dan bahkan ada yang baru berusia 11 dan 12 tahun  (Permatasari, 2012). 


6.    Rumah Soekarno – Hatta

Rumah  Soekarno – Hatta sebenarnya merupakan rumah dari Djiaw Kie Siong, berada di Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Rumah ini dulunya merupakan tempat Presiden RI  Ir. Soekarno dan Wakilnya Bung Hatta disekap oleh pemuda-pemudi Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1945 untuk kemudian dipaksa menandatangani naskah Proklamasi yang dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam rumah yang berukuran sekitar 12 X 12 m ini terdapat dua kamar tidur satu ruang pertemuan, kamar sebelah kiri merupakan tempat tidur Bung Hatta dan sebelah Kanan tempat tidur Ir. Soekarno, yang didalamnya terdapat tempat tidur dari kayu jati yang cukup besar. 


7.    Tugu Kebulatan Tekad

Tugu Kebulatan Tekad Rengasdengklok  dibangun untuk mengenang tentang kebulatan tekad para pemuda, pejuang serta tokoh-tokoh Bangsa Indonesia untuk merebut dan melepaskan Tanah Air dari kungkungan penjajah guna menuju Negara yang merdeka melalui jalur Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945. Tugu ini dibentuk dengan motif tangan kiri yang mengepal tinju diartikan untuk melawan, sedangkan tangan kanan tidak dilukiskan karena memegang senjata atau bambu runcing. 


Peranan Pemerintah Kabupaten Karawang 

Pelestarian situs-situs bersejarah wajib untuk dilakukan demi kepentingan penggalian nilai-nilai budaya dan juga sebagai cerminan proses kehidupan masyarakat dalam suatu daerah yang terjadi pada masa lalu hingga saat ini untuk dapat kita jadika sebagai pembelajaran kedepannya.  Namun seiring dengan usaha pembangunan yang terus berlangsung di Kabupaten Karawang ini, memberikan suatu permasalahan tersendiri dan terkadang berdampak negatif terhadap upaya pelestarian situs-situs bersejarah yang ada yaitu penurunan kualitas dan kuantitas dari situs-situs bersejarah itu sendiri karena kurang terawat dan terjaga.
Potensi dari situs-situs bersejarah ini jika dijadikan sebagia tempat pariwisata sebenarnya cukup menguntungkan bagi Kabupaten Karawang itu sendiri, namun hingga saat ini Kabupaten Karawang masih belum memiliki Perda (Peraturan Perundang-undangan) yang jelas mengenai bidang kepariwisataan, sehingga pengenbangan pada sektor ini masih belum terarah. Hal tersebut juga berdampak pada proses pelestarian situs-situs bersejarah yang ada, yang pada umumnya hak kepemilikan tempat atau tanah bumi bangunan masih milik masyarakat setempat. Adapun usaha yang telah dilakukan oleh pihak pariwisata di Kabupaten Karawang higga saat ini untuk melestarikan situs-situs bersejarah tersebut, adalah melakukan penyuluhan terhadap masyarakat bertapa pentingnya pelestarian situs-situs bersejarah, rekontruksi atau penataan kembali situs-situs bersejarah yang ada, dan untuk siswa-siswi SMA, setiap tahunnya diadakan jalan-jalan sejarah yang dipandu seorang ahli sejarah dari dinas pariwisata ketempat-tempat bersejarah di Kabupaten Karawang. 


Peranan Masyarakat Setempat 

Proses pelestarian benda cagar budaya situs-situs bersejarah di Kabupaten Karawang bukan hanya kewajiban pemerintahan setempat saja melainkan peran serta masyarakat juga. Dalam kebanyakan kasus yang terjadi di Kabupaten Karawang situs-situs bersejarah yang ada masih berada di tanah milik masyarakat setempat, bahkan rumah Soekarno-Hatta di Kecamatan Rengasdengklok hak kepemilikan bangunannya masih dimiliki oleh keturunan dari Djiaw Kie Siong. Oleh karena itu situs-situs bersejarah tersebut lebih banyak diawasi dan dirawat oleh masyarakat setempat yang notabennya hanya memiliki pengetahuan standar tentang sejarah suatu situs, namun peduli terhadap keberadaan situs-situs bersejarah yang ada.
Dalam upaya pelestarian situs-situs bersejarah tersebut, biasanya masyarakat yang merawat situs mengadakan pemungutan dana sukarela kepada para pengunjung sebagai dana kebersihan. Mereka merawat situs-situs tersebut dengan upaya seadanya seperti melakukan pelarangan terhadap anak remaja yang secara tidak bertanggung jawab berusaha mencoret-coret lokasi situs, pembuatan pembatas antara tempat situs dengan para pengunjung untuk meminalisir terjadinya pengrusakan, sampai pembangunan toilet umum untuk para pengunjung. Proses pelestarian situs-situs bersejarah yang dilakukan tidak sejalan dengan kepudulian remaja kebanyakan saat ini yang lebih tidak peduli dengan sejarah dan keberadaan situs yang ada, sehingga berdampak pada proses perusakan pada situs bersejarah tersebut. Oleh karena itu disini diperlukan penyuluhan bertapa pentingnnya keberadaan situs-situs itu berada kesekolah-sekolah yang ada sehingga para remaja tersebut lebih dapat mengerti sejarah dibangunnya situs tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Karim, S. (2010, Mei 1). Situs Cibuaya. Retrieved April 22, 2014, from tentangkarawang.blogspot.coml: http://tentangkarawang.blogspot.com/2010/05/situs-cibuaya.html

Permatasari, L. (2012, Maret 19). Sejarah Monumen Rawa Gede. Retrieved April 22, 2014, from permatasarilisa.blogspot.com: http://permatasarilisa.blogspot.com/2012/03/sejarah-monumen-rawa-gede.html

Sejarah Masjid Agung Karawang. (2004, Februari 27). Retrieved April 22, 2014, from masjidagungkarawang.tripod.com: http://masjidagungkarawang.tripod.com/index.html

Takaria, L. F. (2007, April 11). Wisata sejarah di Candi Jiwa Batu Jaya-Karawang. Retrieved April 22, 2014, from berpetualangdiindonesia.blogspot.com: http://berpetualangdiindonesia.blogspot.com/2011/04/wisata-sejarah-di-candi-jiwa-batu-jaya.html

Wikipedia. (2010). Kabuapten Karawang. Retrieved April 22, 2014, from www.id.wikipedia.org: http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Karawang