Kamis, 13 November 2014

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Sebagai Pemersatu Bangsa





NASIONALISME...?

Semangat nasionalisme ini untuk pertama kalinya diperkenalkan dan digunakan sebagai ideologi/paham oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Partai ini didirikan pada 4 Juli 1927 dengan nama Perserikatan Nasional Indonesia dengan ketuanya pada saat itu adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr Sunaryo. Cita-citanya adalah untuk mencapai Indonesia merdeka dan berdaulat, serta mengusir penjajahan pemerintahan Belanda di Indonesia (Wikipedia, 2014).
Rasa nasionalisme di Indonesia sendiri diawali dengan pembentukan identitas nasional yaitu dengan adanya penggunaan istilah “Indonesia” sebagai nama negara. Kata “Indonesia” mampu mempersatukan bangsa dalam melakukan perjuangan dan pergerakan melawan penjajahan, sehingga segala bentuk perjuangan dilakukan demi kepentingan Indonesia bukan atas nama daerah lagi. Istilah Indonesia semakin populer sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sumpah pemuda dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia. Adapun isi dari Sumpah Pemuda itu adalah sebagai berikut :
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. (Wikipedia, 2014).

Nasionalisme di Indonesia kemudian mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat ketika secara resmi Budi Utomo (Perpanjangan tangan Belanda) diakui oleh Pemerintah Belanda pada 20 Mei 1908. Sejak Budi Utomo berdiri organisasi-organisasi yang mengusahakan perbaikan kondisi rakyat Indonesia mulai bermunculan. Secara singkat perkembangan nasionalisme Indonesia menjadi lebih ramai sejak berdiri Budi Utomo hingga Proklamasi Kemerdekaan (Wikipedia, 2014). 


A.      Terbentuknya Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Chōsakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang pada tanggal 29 April 1945. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka (Wikipedia, 2014).
Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan. Sidang pertama terjadi pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945. Tujuannya adalah membahas bentuk negara Indonesia, filsafat Negara Indonesia Merdeka serta merumuskan dasar Negara Indonesia. Hasil rapat yang pertama ini adalah disepakatinya berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan perumusan Pancasila yang berisikan sebagai berikut :
1.        Ketuhanan Yang Maha Esa;
2.        Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.        Persatuan Indonesia;
4.        Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
5.        Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Wikipedia, 2014)
Adapun hasil sidang kedua yang dilakukan oleh BPUPKI sebelum diganti oleh PPKI adalah Piagam Jakarta atau Jakarta Charter yang berisikan sebagai berikut :
1.        Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.        Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.        Persatuan Indonesia;
4.        Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
5.        Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Wikipedia, 2014).

B.       Terbentuknya Partai Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

Jatuhnya bom atom Amerika Serikat di kota Hiroshima, Jepang pada tanggal 6 Agustus 1945 menurunkan semangat tentara Jepang. Pada tanggal 7 Agustus 1945 Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPK/Dokuritsu Junbi Chōsakai) kemudian berubah nama (dibubarkan dan diganti) menjadi Panitai Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI/Dokuritsu Junbi Inkai) yang diketuai oleh Soekarno. Kemudian, bom atom yang kedua dijatuhkan Amerika Serikat dikota Nagasaki, Jepang pada tanggal 9 Agustus 1945 semakin membuat Jepang tidak berdaya dan akhirnya menyerah kepada Amerika dan sekutunya (Sanusi, 2014).
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Tanggal 12 Agustus 1945, Marsekal Terauchi mengatakan akan “memberikan” kemerdekaan kepada Indonesia secepatnya, akan tetapi Jepang menginginkan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 24 Agustus 1945 (wikipedia, 2014).
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir yang telah mendengar berita menyerahnya Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 10 Agustus 1945, mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Beliau menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai sebuah tipu muslihat Jepang demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak PPKI. Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010).

C.      Peristiwa Rengasdengklok

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Hal tersebut telah didengar oleh Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul  radio BBC. Golongan muda kemudian mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta kemudian mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong (wikipedia, 2014).
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Maeda belum menerima konfirmasi dan masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tersebut kemudian tidak jadi dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul (wikipedia, 2014).
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya (wikipedia, 2014).
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo dan Sudiro (Mbah) ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Laksamana Muda Maeda kemudian menawarkan untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaannya (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010).

D.      Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana  Muda Maeda

Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan Maeda mengetahui bahwa ia tidak punya wewenang memutuskan (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010).
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik serta Myoshi, orang kepercayaan Nishimura (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010). Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler (wikipedia, 2014).

E.       Pembacaan Naskah Proklamasi

Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu kemudian diketik oleh Sayuti Melik. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1) pada tanggal 17 Agustus 1945 (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010).
Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor (wikipedia, 2014).
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih, yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya (wikipedia, 2014).
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 1945. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional (wikipedia, 2014).

F.       Penyebaran Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara (wikipedia, 2014).
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan (wikipedia, 2014).
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan Respect Our Constitution, August 17!!! (Hormatilah Konstitusi Kami, 17 Agustus!!!). Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI (wikipedia, 2014).




DAFTAR PUSTAKA

 


Sanusi, M. (2014). Kenangan Inspiratif Orde Lama & Orde Baru. Jogjakarta: Saufa.



Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. (2010). Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka.



Wikipedia. (2014, Juli 15). Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Diambil kembali dari id.wikipedia.org: http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelidik_Usaha_Persiapan_Kemerdekaan_Indonesia



Wikipedia. (2014, Oktober 12). Nasionalisme Indonesia. Diambil kembali dari id.wikipedia.org: http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme_Indonesia



wikipedia. (2014, Juli 15). Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Diambil kembali dari id.wikipedia.org: http://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia#Latar_belakang



Wikipedia. (2014, Oktober 19). Sumpah Pemuda. Diambil kembali dari id.wikipedia.org: http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda













Tidak ada komentar:

Posting Komentar