Semangat nasionalisme ini
untuk pertama kalinya diperkenalkan dan digunakan sebagai ideologi/paham oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang diketuai
oleh Ir. Soekarno.
Partai ini didirikan pada 4 Juli 1927 dengan nama Perserikatan Nasional Indonesia dengan
ketuanya pada saat itu adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono,
Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan
Mr Sunaryo.
Cita-citanya adalah untuk mencapai Indonesia merdeka dan berdaulat, serta
mengusir penjajahan pemerintahan Belanda di Indonesia (Wikipedia,
2014).
Rasa nasionalisme di
Indonesia sendiri diawali dengan pembentukan identitas nasional yaitu dengan
adanya penggunaan istilah “Indonesia” sebagai nama negara. Kata “Indonesia”
mampu mempersatukan bangsa dalam melakukan perjuangan dan pergerakan melawan
penjajahan, sehingga segala bentuk perjuangan dilakukan demi kepentingan
Indonesia bukan atas nama daerah lagi. Istilah Indonesia semakin populer sejak Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928. Sumpah pemuda dianggap sebagai kristalisasi semangat
untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.
Adapun isi dari Sumpah Pemuda itu adalah sebagai berikut :
Kami poetra dan poetri
Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kami poetra dan poetri
Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetra dan poetri
Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. (Wikipedia, 2014).
Nasionalisme di Indonesia kemudian mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat ketika secara resmi Budi Utomo (Perpanjangan tangan Belanda) diakui oleh Pemerintah Belanda pada 20 Mei 1908. Sejak Budi Utomo berdiri organisasi-organisasi yang mengusahakan perbaikan kondisi rakyat Indonesia mulai bermunculan. Secara singkat perkembangan nasionalisme Indonesia menjadi lebih ramai sejak berdiri Budi Utomo hingga Proklamasi Kemerdekaan (Wikipedia, 2014).
A. Terbentuknya
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Chōsakai)
adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang pada tanggal
29 April 1945. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari
bangsa Indonesia
dengan menjanjikan bahwa Jepang
akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.
Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang
berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal
yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia
merdeka (Wikipedia, 2014).
Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali
masa persidangan. Sidang pertama terjadi pada tanggal
29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945. Tujuannya adalah membahas bentuk negara Indonesia,
filsafat Negara Indonesia Merdeka serta
merumuskan dasar Negara Indonesia. Hasil rapat yang pertama
ini adalah disepakatinya berbentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dan perumusan Pancasila yang berisikan sebagai berikut :
1.
Ketuhanan
Yang Maha Esa;
2.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab;
3.
Persatuan
Indonesia;
4.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
5.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Wikipedia, 2014)
Adapun hasil sidang kedua yang dilakukan oleh
BPUPKI sebelum diganti oleh PPKI adalah Piagam Jakarta atau Jakarta Charter
yang berisikan sebagai berikut :
1.
Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab;
3.
Persatuan
Indonesia;
4.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
5.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Wikipedia, 2014).
B. Terbentuknya
Partai Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
Jatuhnya bom atom Amerika Serikat di
kota Hiroshima, Jepang pada tanggal 6 Agustus 1945 menurunkan semangat tentara
Jepang. Pada tanggal 7 Agustus 1945 Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPK/Dokuritsu Junbi Chōsakai) kemudian berubah nama (dibubarkan dan
diganti) menjadi Panitai Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI/Dokuritsu Junbi Inkai) yang diketuai oleh
Soekarno. Kemudian, bom atom yang kedua dijatuhkan Amerika Serikat dikota
Nagasaki, Jepang pada tanggal 9 Agustus 1945 semakin membuat Jepang tidak
berdaya dan akhirnya menyerah kepada Amerika dan sekutunya (Sanusi, 2014).
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman
Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah
timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Tanggal 12
Agustus 1945, Marsekal Terauchi mengatakan akan “memberikan” kemerdekaan kepada
Indonesia secepatnya, akan tetapi Jepang menginginkan Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 24
Agustus 1945 (wikipedia, 2014).
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta
dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir
yang telah mendengar berita menyerahnya Jepang
terhadap Sekutu pada tanggal 10 Agustus 1945, mendesak agar Soekarno segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Beliau menganggap hasil pertemuan di
Dalat sebagai sebuah tipu muslihat Jepang demi menghindari perpecahan dalam
kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada
Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang
memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan
pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para
pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak
berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak PPKI. Sementara itu
Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan
oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (Tim
Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010).
C.
Peristiwa Rengasdengklok
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Hal tersebut telah
didengar oleh Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul radio BBC. Golongan muda kemudian
mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan
terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan
dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat
PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan
kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang. Soekarno
dan Hatta kemudian mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk
memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi
kantor tersebut kosong (wikipedia, 2014).
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana
Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah
Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan
selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Maeda belum menerima konfirmasi dan
masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta
segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2
guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi
Kemerdekaan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tersebut kemudian tidak
jadi dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul (wikipedia, 2014).
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari
tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda
lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian
terkenal sebagai peristiwa
Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar
Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka
kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah
siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya (wikipedia,
2014).
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr.
Ahmad Soebardjo melakukan perundingan.
Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di
Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo dan Sudiro
(Mbah) ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr.
Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan
kemerdekaan. Laksamana Muda Maeda kemudian menawarkan untuk menggunakan
rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat
rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia untuk mempersiapkan
kemerdekaannya (Tim Nasional Penulisan Sejarah
Indonesia, 2010).
D.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor
Nishimura dan Laksamana Muda Maeda
Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, mengemukakan
bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus
menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan
proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal
Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah
itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar
dikasihani oleh Sekutu. Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi
kerja PPKI. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam
meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi
perintah Tokyo dan Maeda mengetahui bahwa ia tidak punya wewenang memutuskan (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010).
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana
Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi
oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad
Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik
serta Myoshi, orang kepercayaan Nishimura (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010). Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan
penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima
seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar
pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini
Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of
power". Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik
naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL
Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler (wikipedia,
2014).
E. Pembacaan
Naskah Proklamasi
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari.
Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi
Indonesia itu kemudian diketik oleh Sayuti Melik. Pada awalnya pembacaan
proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan
Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl.
Proklamasi no. 1) pada tanggal 17 Agustus 1945 (Tim
Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010).
Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan
Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain
Soewirjo, Wilopo, Gafar
Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno
dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang
telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta
saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor (wikipedia, 2014).
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan
bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief
Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut.
Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih,
yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu
Indonesia
Raya (wikipedia,
2014).
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar
(UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai
UUD 1945. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang
berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk
kemudian. Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto
Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden
Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh
sebuah Komite Nasional (wikipedia, 2014).
F.
Penyebaran Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun
1945 masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk
menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan
sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di
sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Namun dengan penuh
tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh
segenap rakyat Indonesia. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di
daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari
itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari
Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen.
Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama
Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita
proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz
melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil
marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui
udara (wikipedia, 2014).
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita
proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus
menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul
16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara
Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai
kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang
dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei
disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio
Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di
antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan
pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah
selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan (wikipedia, 2014).
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi
juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di
Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi
kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara
Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi.
Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah,
Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada
rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding
tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan Respect Our
Constitution, August 17!!! (Hormatilah Konstitusi Kami, 17 Agustus!!!). Melalui berbagai cara dan media
tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas
di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Di samping melalui media massa, berita
proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang
menghadiri sidang PPKI (wikipedia, 2014).
|
DAFTAR PUSTAKA
Sanusi, M. (2014). Kenangan Inspiratif Orde
Lama & Orde Baru. Jogjakarta: Saufa.
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. (2010). Sejarah Nasional
Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka.
Wikipedia. (2014, Juli 15). Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia. Diambil kembali dari id.wikipedia.org:
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelidik_Usaha_Persiapan_Kemerdekaan_Indonesia
Wikipedia. (2014, Oktober 12). Nasionalisme Indonesia. Diambil
kembali dari id.wikipedia.org:
http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme_Indonesia
wikipedia. (2014, Juli 15). Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Diambil kembali dari id.wikipedia.org: http://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia#Latar_belakang
Wikipedia. (2014, Oktober 19). Sumpah Pemuda. Diambil kembali dari
id.wikipedia.org: http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar